Minggu, 26 Oktober 2008

Tenang Atasi Kepanikan Pasar

Tenang Atasi Kepanikan Pasar
Erry Firmansyah
Asteria

INILAH.COM, Jakarta – Terjunnya indeks saham domestik tak urung membuat pelaku pasar panik. Tapi untunglah otoritas bursa sigap menggelontorkan serangkaian kebijakan antisipatif. Semua ini tak terlepas dari peran Erry Firmansyah.
Ya, tangan dingin sang nahkoda, Erry Firmansyah turut menentramkan pasar. Sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Erry termasuk narasumber penting yang mudah ditemui wartawan.
Sikapnya yang tenang dan rasional dalam memberi penjelasan merupakan nilai plus bagi investor yang mudah panik di tengah gonjang-ganjing pasar keuangan atas krisis finansial AS yang mendunia.
Lihat saja perdagangan pada Rabu (8/10) lalu, dimana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 168,052 poin (10,38%) ke posisi 1.451,669, terendah sejak September 2006. IHSG pun saat itu mencatat penurunan terburuk dibanding bursa-bursa dunia lain yang hanya merosot 4-5%.
Otoritas BEI pun memutuskan untuk menutup perdagangan saham pada sesi I mulai pukul 11.08 WIB. Ketika itu Erry memberi penjelasan bahwa, “Kejatuhan indeks yang cukup dalam hari ini tidak diiringi dengan volume transaksi yang mencukupi. Jadi bursa kita suspensi hari ini untuk menenangkan dan melihat lebih jauh,” ujarnya dengan nada datar.
Ia pun berusaha menenangkan investor dengan mengatakan bahwa irasionalitas pasar tidak hanya terjadi di bursa Indonesia. "Kalau kita lihat itu Singapura dan Nikkei yang biasanya bertahan itu juga bergerak tidak rasional, melihat gejala ini kami mensuspensi sesi kedua," tandasnya.
Namun, di balik sikapnya itu, pria kelahiran 18 September 1955 ini juga menunjukkan tanggung jawab sebagai salah satu petinggi pasar bursa. Sejak bursa disuspensi, ia melakukan koordinasi intensif dengan anggota bursa, pelaku pasar, pihak Bapepam-LK dan beberapa mentri terkait.
Ia juga harus aktif melakukan pemantauan terhadap beberapa sentimen eksternal penggerak bursa. Yang tak kalah bikin sibuknya adalah menerima deringan telpon ke HP-nya dari serombongan wartawan yang membutuhkan informasi dan langkah terkini tentang situasi yang dilakukan jajarannya.
Selama disuspensi, Erry menyiapkan berbagai peraturan untuk menopang penguatan IHSG saat dibuka lagi, seperti kebijakan buyback, mengesampingkan aturan marked to mark untuk dana pensiun dan asuransi serta menerapkan revisi aplikasi penghentian perdagangan sementara otomatis (auto rejection) menjadi 10% dari sebelumnya 30%.
Ini dilakukan untuk meredam anjloknya harga-harga saham di tengah kondisi bursa global yang terpuruk berlanjut pada jatuhnya IHSG. Penyuka mancing dan jogging di hari libur ini pun tetap optimistis kondisi pasar modal Indonesia segera pulih, meski ketidakpercayaan investor masih menyeruak.
"Kondisi sekarang memang lagi beragam, jadi saya tidak bisa memprediksikan. AS saja naik tapi turun lagi. Tapi yang jelas kami tetap optimistis market bisa segera pulih, biar banyak yang jual tapi yang long term kan juga banyak," katanya.
Keterlibatan Erry di lingkungan pasar modal sudah cukup lama. Setelah lulus sarjana akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1981, ia sempat duduk sebagai senior auditor pada kantor akuntan Drs Hadi Susanto & Co.
Selanjutnya pindah ke Grup Lippo dan menjadi salah seorang direktur pada 1998. Kemudian Erry menjadi regulator dari para emiten dengan menjadi Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Ajang pemilihan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang kemudian menjadi BEI diikutinya pada 2002. Akhirnya, ia terpilih sebagai Dirut BEJ menggantikan Mas Achmad Daniri, hingga dua periode jabatan. Pada masa transisi bursa hasil penggabungan ini, Erry Firmansyah terpilih kembali dalam jajaran direksi BEI.
Banyak kalangan menyebut Erry sebagai lokomotif BEI yang secara tertib menarik gerbong-gerbongnya. Pasalnya, dialah yang mempunyai andil besar dalam perkembangan bursa dan membuat pasar saham Indonesia menjadi semarak (bullish).
"Kita berusaha membuat bagaimana investasi yang ada bisa aman dan nyaman. Itu yang kita lakukan. Selain tentu saja dengan melakukan pengawasan," katanya.
Sebagai orang yang mengetahui seluk-beluk pasar modal, Erry memanfaatkan imbal hasil tinggi di pasar modal dengan berinvestasi pada reksadana. Namun, direksi dan karyawan BEI serta badan regulator lainnya dilarang berinvestasi langsung pada saham karena berpotensi benturan kepentingan antara fungsi sebagai regulator dan investor.
Ayah dari dua orang putra ini sudah bertekad bulat menjadikan pasar modal sebagai lahan investasi yang menarik. Targetnya tidak muluk-muluk, hanya dua juta investor perorangan hingga akhir 2008. [E1]

Senin, 13 Oktober 2008

editorial media indonesia

Berpikir Cerdas Bertindak Cepat

KRISIS keuangan global sudah dan sedang terjadi. Tidak ada yang membantah bahwa dunia, termasuk Indonesia, sudah dilanda krisis itu. Belajar dari krisis tahun 1997/1998, pemerintah Indonesia sekarang semakin arif. Tidak percaya diri berlebihan, tetapi tidak juga cemas berkepanjangan. Yang paling penting, berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat. Sejauh menyangkut langkah antisipatif, pemerintah telah, bahkan terlalu banyak, menetapkan daftar keinginan berupa tujuh butir rekomendasi. Ditambah dengan 21 rekomendasi dari para pengusaha, daftar keinginan mengantisipasi krisis menggunung. Tetapi seperti diketahui, dari setiap kali krisis melanda, daftar keinginan saja tidak cukup. Yang jauh lebih penting adalah tindakan nyata yang cepat dan cerdas. Keinginan-keinginan yang begitu banyak tidak dengan sendirinya bisa dilaksanakan. Masih dibutuhkan tindakan administratif yang besar, regulasi yang banyak, dan penerapan yang berani. Salah satu contoh kecepatan dan keberanian dalam mengatasi krisis adalah dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang menaikkan jumlah simpanan yang dijamin pemerintah dari Rp100 juta menjadi Rp2 miliar. Pemerintah juga mengeluarkan Perppu tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Bank Indonesia No 3/2004 mengenai perluasan jenis aset bank yang bisa dijadikan agunan untuk memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek dari BI. Hal yang amat krusial dari setiap situasi krisis adalah kepercayaan. Kepercayaan tentang kemampuan pemerintah menjamin uang nasabah di lingkungan perbankan akan menimbulkan ketenangan, yang pada gilirannya tidak memaksa orang berbondong-bondong menarik dananya. Perluasan jenis aset bank yang bisa memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek dari BI menciptakan ketenangan di sektor perbankan juga. Bank-bank yang tidak memiliki SBI dan SUN tapi mempunyai banyak aset likuid bisa tenang menghadapi ancaman krisis. Karena seperti kita tahu, krisis keuangan selalu terjadi ketika masyarakat panik dan perbankan juga panik. Selama perbankan tenang, masyarakat juga tenang, krisis tidak perlu menghantam sebuah perekonomian terlalu sadis. Krisis-krisis yang berubah menjadi malapetaka biasanya dipicu kepanikan karena kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga keuangan maupun kemampuan pemerintah mengatasinya. Selain menuntut--dan telah dibuktikan--aksi yang cepat dan cerdas, krisis juga bisa dihadapi dengan kesamaan sikap terhadap krisis itu sendiri. Di saat krisis, keteladanan negara menjadi penting. Kalau krisis sekarang memaksa kita untuk berhemat dan mengutamakan produk dalam negeri dan mengurangi nafsu impor sebesar-besarnya, itu harus diperlihatkan dengan sungguh-sungguh terutama oleh kaum elite. Oleh pemerintah, oleh elite politik, dan elite ekonomi. Dan, pada akhirnya oleh kita semua sebagai bangsa. Dalam hal common interest, kepentingan bersama, kita adalah bangsa yang amat longgar. Sikap terhadap dan selama krisis tidak konsisten di antara semua elemen. Rakyat diberi tahu tentang krisis, tetapi pemerintah dan kalangan elite berfoya-foya dengan anggaran dan kegiatan akal-akalan. Rakyat diberi tahu tentang krisis, oknum-oknum pemerintah dan kalangan pengusaha melarikan modal ke luar negeri.

Kamis, 09 Oktober 2008

STRATEGI INVESTASI BUAT INVESTOR

1. Beli di Pasar Perdana, Jual Begitu Masuk di Pasar SekunderStrategi ini digunakan karena adanya keyakinan investor bahwa harga akan naik begitu suatu saham dicatatkan di bursa efek. Hal ini dilandasi dengan asumsi bahwa underwriter tidak akan membiarkan harga jatuh pada minggu pertama di pasar sekunder. Dalam strategi membeli di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder ini banyak sudah contoh yang bisa diambil. Kendati anggapan bahwa underwriter tidak membiarkan harga akan jatuh pada hari-hari pertama di pasar sekunder, ada benarnya juga tapi dalam menerapkan strategi ini investor juga tetap berpedoman pada harga saham yang akan dilepas dengan harga saham sejenis yang sudah tercatat. Perbandingan harga ini perlu menjadi perhatian, karena bisa saja harga saham IPO lebih rendah ketimbang saham yang sudah tercatat atau sebaliknya. Untuk itu, investor perlu membandingkan harga dengan pendapatan kedua saham tersebut yang akan dilepas dengan saham yang sudah tercatat. Kendati tidak selamanya benar, tapi banyak pelaku pasar yang beranggapan bahwa strategi membeli di perdana dan jual di sekunder ini cocok bila diterapkan pada waktu pasar sedang bullish (harga-harga saham di pasar sekunder sedang naik).

2. Strategi Beli dan Simpan (Buy and Hold)Strategi ini digunakan oleh investor karena berkeyakinan bahwa suatu perusahaan akan berkembang selama jangka panjang, misalnya perusahaan yang produknya sangat strategis. Umumnya strategi ini juga cocok digunakan pada saat harga mencapai titik terendah atau umumnya pasar sedang bearish (harga-harga saham sangat rendah).

3. Strategi BerpindahStrategi ini digunakan oleh investor yang aktif mengikuti perkembangan pasar. Tujuannya adalah memanfaatkan peluang kemungkinan naiknya harga saham lain dengan harapan pemodal tersebut memperoleh capital gain dalam waktu singkat. Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan mengubah jenis saham yang dimiliki, dengan harapan saham lain lebih prospektif. Strategi ini cocok digunakan pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek (likuid).

4. Strategi Mengurangi Kerugian (Cut Loss)Strategi ini digunakan untuk mengurangi kerugian atas pembelian saham yaitu dengan cara menjual saham yang sebelumnya dimiliki dan mengganti dengan saham lain (berpindah), cara lainnya yaitu dengan membeli saham sejenis seperti yang dipegang sebelumnya pada waktu harganya rendah dan melepaskannya kembali pada waktu harganya naik. Sehingga kerugian pada saat membeli diwaktu harga tinggi dapat dikurangi (cut loss).

5. Membeli Saham-saham TidurStrategi membeli saham-saham tidur maksudnya membeli saham-saham yang tidak aktif, karena biasanya saham-saham yang tidak aktif sering luput dari perhatian orang banyak, sehingga cenderung harganya murah. Tipe pemodal yang sabar cocok membeli saham-saham yang tidak aktif tersebut, sebab pada umumnya potensi keuntungan pada saham yang demikian ini akan nampak dalam jangka waktu yang lama. Strategi ini beresiko sangat tinggi. Sebaiknya melakukan penelitian dan


6. Strategi Konsentrasi pada IndustriInvestor yang memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu, karena lebih mengetahui kondisi, mekanisme kerja dari perusahaan yang berada pada industri tersebut, tren industri dan sebagainya. Strategi investasi dengan cara ini adalah memilih saham-saham yang terbaik pada industri tersebut.


7. Strategi Membeli PasarSeorang pemodal dikatakan melakukan strategi membeli pasar, apabila investor secara relatif proporsional ke dalam saham-saham yang ada di bursa efek, misalnya 50 persen jenis saham yang tecatat di bursa efek. Strategi ini mungkin kurang tepat bagi investor kecil, karena untuk melaksanakan strategi ini tentunya membutuhkan dana yang besar. strategi ini biasa dikenal dengan sebutan "BANDARAN"


8. Strategi Membeli Melalui Reksadana atau melalui discre accountStrategi ini dilakukan dengan mempercayakan pengelolaan dana yang dimiliki oleh investor kepada suatu lembaga yang disebut reksa dana. Reksa dana akan melakukan penyebaran investasi untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu dan meminimumkan risiko.Sedangkan melalui discre account pengelolanya dapat melalui lembaga ataupun perorangan profesional baik dengan perjanjian tingkat pengembalian investasi, bagi hasil ataupun lainnya. Biasanya bila pengelola discre yang profesional mampu memberikan tingkat return yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga saham gabungan

Disadur dari okezone dot com

Selasa, 07 Oktober 2008

Singing in the Rain



Singing in the Rain



Sebelum menulis artikel mini untuk bulan ini, saya berpikir masak ada yang masih mau percaya sama tulisan ini untuk meyakinkan bahwa investasi harus tetap berjalan, setelah ‘banjir badang’ meluluhlantahkan perekonomian dunia. Dan menyisakan kebingungan, kemana lagi mengembangkan uang di kantong, supaya tetap tebal dan bertambah tebal. Apalagi judul artikel ini tampak seperti orang tak tahu diri.
Keyakinan yang berlebihan kata teman saya juga membahayakan. Masak bisa nari-nari dan bersukacita di tengah hujan. Kalau hujannya kecil dan membuat panas bumi khususnya di Jakarta, menjadi adem, dan tak membuat orang kelimpungan seperti teman saya yang kebanjiran, sehingga air masuk ke rumahnya dan merusak koleksi tas dan baju bermerknya, yaaa….itu disebut berkah. Tetapi bagaimana bisa bernyanyi kalau ada banjir badang?
Saya menulis artikel ini diketinggian tiga puluh tiga ribu kaki, dari liburan di pulau Dewata kembali ke dalam panasnya Jakarta, sambil ditemani makan pagi yang sama sekali tak menggairahkan. Keberadaan saya di dalam pesawat memberi inspirasi saya untuk mengaitkannya dengan tulisan bulan ini. Semoga terasa korelasinya, karena saya ini IQnya juga agak jongkok. Makin jongkok kalau di atas ketinggian seperti ini.
Sudah bertahun lamanya saya naik kapal terbang, dan selama itu saya tak pernah mengecek ke dalam cockpit, apakah ada pilot dan co-pilotnya. Saya hanya berasumsi bahwa mereka ada, tanpa melihat dengan mata kepala sendiri. Saya melatih untuk percaya pada sesuatu yang tak saya lihat, yang saya asumsikan ada. Kemudian saya bertanya mengapa saya bisa menggantungkan keyakinan pada sesuatu yang tak saya lihat, dan percaya bahwa dalam waktu satu jam setengah saya tiba di pulau dewata dari Jakarta? Mengapa keyakinan itu tak bisa saya terapkan pada Sang Khalik mengenai hidup saya, kondisi keuangan saya di masa depan? Bukankah kedua-duanya sama-sama tak terlihat?
Selama terbang, selalu saja ada kondisi dimana burung besi itu memasuki cuaca kurang baik. Ada turbulensi, yang bisa ringan tapi bisa berat seperti yang dialami salah satu maskapai penerbangan yang anjlok di atas Filipina, dan membuat dua penumpangnya patah tulang. Saat gangguan itu terjadi, mungkinkah saya mohon pertolongan pada pramugari atau berbicara dengan pilotnya, kalau saya ini takut, dan kemudian memintanya untuk menurunkan saya di Cirebon saja, karena perjalanan ke Denpasar dari Jakarta masih lama dan membuat jantung saya empot-empotan? Tidak bisa, bukan? Saya tetap harus ada diketinggian itu bersama semua awak pesawat dan penumpang, memasuki kawasan turbulensi itu. Tanpa protes. Ringan ataupun berat, bahkan dalam kasus ekstrim berakhir di dalam laut.
Dan saat turbulensi yang membuat jantung empot-empotan terjadi, saya hanya bisa melakukan dua hal. Mematuhi aturan main penerbangan, artinya saya harus mengikuti instruksi fasten your seat belt dan berdoa. Berdoa? Di atas ketinggian dan ketakutan, saya baru ingat berdoa. Saya baru melatih mulut saya komat kamit. Bahkan mungkin saya yang jarang membaca kitab suci ini, bisa tiba-tiba hafal semua ayat.
Di saat genting, saya baru ingat Sang Khalik. Selamatnya, Sang Khalik tidak protes atas kelakuan saya yang hanya menganggapNya seperti 911, hanya ingat kalau ada perlunya saja. Selamatnya lagi, Ia tak mengirimkan pelangi dengan tulisan besar di langit, ”Maksud Loh?”. Begitulah, saya tak pernah melibatkan Sang Khalik di dalam urusan duniawi termasuk saat saya berinvestasi.
Saya pikir dengan otak dan kemampuan berhitung dan forcasting, saya tak memerlukan petunjuk di Atas dan mematuhinya. Saya terlalu sombong, saya bahkan lupa kemampuan saya itu datangnya dari Sang Pencipta. Saya bahkan lupa kalau setiap pagi saya bisa bangun dan bernyawa, itu juga bukan karena hebatnya saya. Itu sebuah anugerah Sang Pencipta buat saya yang selalu mengaggapnya sebagai 911.
Saya lebih patuh kalau disuruh fasten your seat belt. Itu mengapa salah satu teman saya yang ahli keuangan pernah mengatakan di hari jatuhnya Lehman Brothers, dan ‘brother-brother’ yang lainnya, ia berkata “Doa, Sam. Doa”.
Maka berdoalah terlebih dahulu. Mintalah petunjuk Sang Pencipta apakah keputusan Anda itu direstui. Kemudian Anda tanya lagi, wah….repot kelamaan, tak ada jawaban. Saya dahulu seperti itu, tetapi sekarang saya melatih untuk mendengar, melatih untuk sering mengunjungiNya, sama seperti bertahun lamanya saya melatih kepala saya untuk percaya pada pilot yang tak pernah saya lihat, tak pernah saya kenal dan yang hanya saya asumsikan saja keberadaannya.
Saya selalu berpikir bertahun lamanya, bahwa Sang Pencipta dan Manajer Investasi itu, tak bisa dijadikan satu tim kuat, satu pasangan yang kokoh untuk membantu agar investasi saya berkembang dan subur dan bertambah tebal.
Saya selalu protes pada Sang Pencipta, mengapa keadaan keuangan saya seperti ini, mengapa saham anjlok, mengapa ini dan mengapa itu. Nurani saya kemudian bertanya, mengapa saya tak pernah protes ke kantor maskapai penerbangan, kalau selama perjalanan pesawatnya gonjang ganjing sehingga saya menjadi tidak nyaman dan deg-degan? Mengapa protes tak pernah terjadi, kalau menunya tidak enak, tak seperti restoran bintang lima? Mengapa saya diam saja dan mengatakan itu bukan salah maskapainya, itu salah udaranya.
Dan kalau saya dan Anda bisa seperti itu, maksud saya bisa bertahun lamanya naik kapal terbang dengan sejuta turbulensinya, dan diam saja dan tidak kapok naik pesawat, bahkan telah membaca ada yang nyungsep di dasar laut, maka judul artikel ini bisa Anda lakoni. Selamat benyanyi di hari kelabu!
Catatan Kaki:Ini pesan soal investasi dari manusia terkaya di dunia yang mampu menggeser kedudukan Bill Gates selama tiga belas tahun, Pak Warren Buffett. "You should look at stocks as small pieces of business. Look at market fluctuations as your FRIEND rather than your ENEMY.""When PROPER temperament joins with PROPER intellectual framework, then you get rational behavior."

Minggu, 05 Oktober 2008

Bearish, Feeling, dan Perang Gerilya

Bearish, Feeling, dan Perang Gerilya

“Dulu, pemain saham paling idiot pun bisa untung. Sekarang, seorang Jesse Livermore sekalipun pasti buntung.”

Itulah anekdot yang sering dilontarkan para investor pasar modal domestik untuk menggambarkan betapa sulitnya mengikuti pegerakan harga saham saat ini.

Dalam kondisi pasar yang tidak menentu seperti sekarang, siapa pun memang bisa dibuat frustrasi. Jangankan investor, para analis dan pengamat pasar modal saja kini sering memberikan panduan yang salah tentang harga saham.

Maka sah-sah saja jika kemudian muncul lelucon bahwa jika Jesse Livermore masih hidup, pialang saham legendaris yang bunuh diri 40 tahun silam itu tetap saja tak bakal berdaya menghadapi situasi pasar modal saat ini.

Ketikdakpastian memang sedang menyergap seluruh pasar modal di dunia, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, menyusul terjadinya gejolak pasar finansial global yang dipicu kejatuhan ekonomi Amerika Serikat (AS), kondisi pasar modal Indonesia lebih ‘tak jelas juntrungannya.’

Dalam beberapa pekan terakhir, misalnya, gerak-gerik indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) cenderung anomali. Ketika indeks saham di bursa lain menguat, IHSG malah melempem.
Pertanyaan besarnya, apa yang harus dilakukan investor pasar modal dalam kondisi demikian?

Strategi
Dalam acara Kongko-kongko Pialang Efek; Tipikal Investor Pasar Modal Indonesia, di Jakarta, beberapa waktu silam, para pelaku pasar modal memberikan sejumlah tips agar investor tidak tergelincir di lantai bursa yang kian licin. Salah satunya adalah menerapkan strategi serang dan menghindar (hit and run) saat pasar lesu (bearish).

”Pada masa bearish, kenaikan harga saham sangat terbatas. Jadi, jangan greedy. Terapkan strategi ’perang gerilya’,” ujar praktisi pasar modal Soeratman.

Tips yang diberikan konsultan Air Asia itu sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Dalam analisa perdagangan saham ada yang disebut dead cat bounce yang secara langsung dapat diterjemahkan sebagai ‘mental kucing mati’.

Dead cat bounce menggambarkan pemulihan harga sementara pasar atau saham di tengah penurunan berkepanjangan (bear market). Dengan kata lain, penguatan kembali (rebound ) yang dialami pasar atau suatu saham setelah mengalami kejatuhan harga, sebenarnya hanya sementara karena pasar atau saham tersebut masih akan terus jatuh.

Nah, dalam kondisi demikian, investor ‘diharamkan’ mengoleksi saham terlalu lama. Berarti, investor harus cepat-cepat melepas saham sebelum harganya jatuh lebih dalam.

Jika Soeratman menganjurkan strategi ‘perang gerilya’, pengamat pasar modal Dandossi Matram lebih menekankan kejelian investor dalam memahami karakter pasar. “Investor harus piawai membaca faktor fundamental. Faktor teknikal memang penting, tapi fundamentalnya harus paham. Faktor teknikal saja bisa menyesatkan,” papar Dandossi.

Masih Rentan
Masalahnya, investor pasar modal domestik, terutama investor individu, memiliki karakter yang khas. Mereka umumnya rentan terhadap rumor dan lebih banyak mengandalkan faktor teknikal ketimbang faktor fundamental sebagai bahan pertimbangan membeli atau menjual saham.

Sebagian investor individu lokal juga mudah panik dalam menyikapi fluktuasi harga saham. Mereka seringkali mengambil posisi tepat saat membeli, tapi salah dalam menjual. Itu terjadi karena mereka tidak memahami karakter pasar. ”Makanya, pasar modal kita masih dikesankan sebagai arena judi,” tutur Soeratman.

Kecuali tak memahami karakter pasar, banyak investor individu domestik yang cuma mengandalkan perasaan (feeling) dalam merespons fluktuasi harga saham. Padahal, jika hanya mengandalkan feeling, “Mereka bisa menjadi bulan-bulanan pasar,” ujar praktisi pasar modal dari ECM Danareksa Sekuritas Tonny Kisdhihartono.

Memang betul, perilaku sebagian investor lokal itu berkaitan langsung dengan rendahnya pengetahuan mereka tentang pasar modal. “Banyak pemain individu kita tidak terdidik, sehingga mudah stres dan salah mengambil keputusan. Mereka lebih mengedepankan rumor ketimbang analitis,” kata Kabag KSI dan Humas Bapepam-LK Gonthor Ryantori Aziz.

Boleh jadi, karena itulah, jumlah investor pasar modal domestik masih sangat minim. Sebagai perbandingan, investor domestik di pasar modal Singapura mencapai 1,3 juta atau 30% dari populasi penduduk, sedangkan di Australia 7 juta (25%), Hong Kong 1,4 juta (17,5%), Malaysia 3 juta (12,8%), dan Jepang 4 juta (8,2%).

Adapun pasar modal Indonesia baru punya sekitar 600 ribu investor domestik. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, tentu jumlah itu masih sangat kecil.

Faktanya, pergerakan harga saham di BEI selama ini juga disetir investor asing. Investor domestik biasanya hanya menjadi ‘pengekor’. Apalagi kepemilikan aset saham investor asing masih dominan.

Berdasarkan data The Central Book Entry Settlement System (C-Best) Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total kepemilikan aset saham investor asing hingga 31 Juli 2008 mencapai Rp 700,13 triliun (64%), sedangkan aset saham investor lokal berjumlah Rp 389,55 triliun (36%).

Dalam konteks ini, tentu saja edukasi dan sosialisasi tentang pasar modal sangat penting. “Ini ‘PR’ bagi segenap stakeholders,” tandas Gonthor.

Apakah itu bisa menjadi jaminan bahwa dalam kondisi pasar yang tidak menentu seperti sekarang investor bisa mendulang untung? Tentu saja tidak. Sebab dalam berinvestasi di pasar modal, investor sejatinya berhadapan dengan ‘kemungkinan’, bukan ‘kepastian’. (abdul aziz)