Minggu, 09 November 2008

artikel

Thanksgiving

Sekarang kalau Anda membaca tulisan saya seperti tak ada gunanya. Kondisi di dunia riil terlalu gonjang ganjing. Apa masih ada waktu untuk berpositif ria? Mau dikemanakan uang saya. Apalagi buat mereka yang kehilangan gara-gara indeks terjun bebas seperti air terjun di Niagara atau pesawat yang nyemplung ke dalam laut. Saya saja kehilangan lebih dari lima puluh persen dari apa yang saya investasikan. Sejuta alasan diungkapkan, agar saya tak putus asa. Dari penjelasan koran, berita elektronik sampai ada yang mengirimkan saya email lanjutan dari salah satu ahli keuangan.
Nah, sekarang saya mau mencoba menyakinkan Anda lewat tulisan ini, bukan sebagai ahli ekonomi atau apapun itu. Kalau pun Anda merasa artikel ini juga cuma artikel tak bermutu, tak masalah juga. Dalam hidup ini, Anda tak selalu harus serius, nanti tambah pusing. Anggap saja tulisan ini sebagai medium untuk menghibur Anda yang sedang sesak nafas, dari seorang yang dulu pernah sesak nafas saat semua berjalan lancar, dan sesak nafas lagi saat ketika semua begitu tak pastinya, seperti harga emas yang sangat fluktuatif dan tak pasti. Ada yang enak kalau naik turun, tetapi itu bukan di sini tempatnya. Meski keduanya punya risiko.
Kemudian Anda bertanya lagi dalam hati, mengapa saya harus mendengarkan orang yang pernah sesak nafas dua kali untuk memberitahu atau katakan menghibur saya? Saya pastikan saya tak akan membuat Anda sesak nafas lebih berat lagi. Kalau setelah membaca artikel ini, ternyata mata Anda mulai kabur membaca kalimat demi kalimat, kepala mulai cenut-cenut dan tekanan darah Anda tinggi atau anjlok seperti indeks dan harga minyak, maka saya sarankan cepatlah berhenti membaca tulisan ini.
Sesak nafas pertama saya terjadi tiga tahun lalu saat dokter memvonis saya harus melakukan transplantasi ginjal yang sebelumnya dimulai dengan proses cuci darah. Saat itu saya menganggap hidup ini tidak adil. Hidup yang tidak menyenangkan. Dimanakah Anda saat itu? saat saya terbaring tak berdaya? Bisa jadi di antara Anda, ada yang sedang menikmati investasi Anda. Saat itu Anda tak complain bahkan berterimakasih pada Tuhan dan manajer investasi Anda yang membuat Anda tertawa dan tertiwi.
Sekarang saya dibuat sesak nafas lagi. Bukan dengan transplantasi ginjal tetapi dengan kehilangan investasi. Tetapi mengapa saya biasa-biasa saja? Mungkin karena nilai investasi saya ecek-ecek, tetapi juga gara-gara peristiwa sesak nafas tiga tahun lalu yang sampai menggiring saya di antara hidup dan mati, bukan hanya kehilangan 200 milyar atau 50 juta rupiah. Hidup dan mati. Itu mengerikan, karena saya masih ingin hidup bahkan saya tak mau mati. Mengetahui bahwa nyawa Anda dalam hitungan dokter. Meski saya sekarang selamat.
Peristiwa sesak nafas pertama yang dahulu saya katakan tidak adil itu, sekarang menjadikan saya manusia yang tak gampang menyerah. Saya merasa peristiwa masa lalu itu adil sekali. Saya telah diberi kesempatan mengalami hal terburuk hanya untuk menjadikan saya manusia yang tahu bahwa kemanusiaan saya itu tak ada apa-apanya. Tuhan itu di atas segalanya. Saya belajar menjadi lebih berani melihat hidup dari segala sisi, bukan hanya dari sisi kelamnya saja. Maka sekarang saya bisa membenarkan selalu saja ada hal yang indah setelah hari hujan.
Itu semua bisa dirasakan kalau saya mau melihatnya demikian. Sama seperti kalau saya ada di ruang gelap, dan hanya ada satu titik terang, maka saya akan meloncat pindah ke titik terang yang secuil itu dari pada saya berkutat di ruang gelap yang luas. Karena titik kecil yang terang itu menjadi begitu benderangnya di tengah gelap yang kelam. Persis seperti saat saya di New York, datang ke klab malam khusus untuk mereka yang berkulit hitam, saya datang sebagai manusia Cina berkulit putih kecil meski tak imut, saya menjadi bintang di tengah ‘kegelapan’ itu. Saya menjadi primadona meski tak ada yang mendatangi saya.
Sesak nafas pertama mengajarkan saya sekarang ini mengucapkan terimakasih pada Sang Khalik dalam segala cuaca dan situasi. Peristiwa sesak nafas itu juga mengajarkan saya untuk tidak bangun pagi-pagi untuk melihat indeks tetapi berterima kasih pada Sang Khalik untuk hari baru itu. Bisa hidup dan bernyawa itu sebuah anugerah bukan upah dari sebuah investasi. Maka kalau saya jatuh dari kekayaan itu, saya pun tak berhak menggerutu.
Semua yang ada pada saya, bukan milik saya. Jadi kalau itu bukan milik saya, mengapa saya merasa keberatan dan merasa kehilangan? Kan katanya jodoh, hidup dan mati di tangan Tuhan dan bukan di tangan saya atau ahli ekonomi ternama bernama X, Y dan Z? Kalau pun akhirnya saya game over, itu pun saya tak bisa complain. Maka hidup seharusnya hanya dipenuhi ucapan syukur, bukan complain. Kalaupun saya kehilangan investasi saya dan ‘game over’, saya juga penuh dengan sukacita. Happy Thanksgiving!