Minggu, 14 September 2008

pemodal tak perlu panik

Pemodal Tak Perlu Panik

TAJUK Investor Daily, September 2008

Imbauan time to buy, mungkin sulit dipercaya lagi oleh pemodal. Harga saham yang terus meluncur ke bawah usai imbauan time to buy membuat pemodal ragu, kapan penurunan harga saham mencapai bottom price. Artinya, setelah mencapai titik terendah itu, harga saham kembali bergerak naik dan terus naik.

Namun, di tengah kepanikan itu, peluang justru semakin besar bagi pemodal cerdas. Semakin banyak orang panik dan melakukan panic selling, sehingga harga saham turun makin dalam, semakin besar peluang pemodal cerdas untuk meraih untung. Kondisi seperti saat inilah yang mereka nanti-nantikan. Pada saat harga turun, mereka membeli untuk jangka panjang atau minimal hingga saat harga kembali menanjak.

Jika kita memperhatikan grafik perkembangan harga saham sejak awal tahun, sedikitnya terdapat tujuh puncak dan enam lembah atau cekungan dalam. Pemodal yang cerdas menjual pada saat harga naik dan membeli pada saat harga turun. Pada saat harga saham bergerak naik menjelang puncak, mereka melakukan penjualan.

Pemodal yang kurang cerdas justru melepaskan saham pada saat harga menurun dan membeli pada saat bergerak naik. Ketika harga saham turun, mereka panik dan melego sahamnya pada harga rendah. Panic selling tidak pernah membawa keuntungan.

Ada cara lain untuk meminimalkan kerugian, yakni cut loss. Ketika harga saham dalam tren turun, pemodal yang tidak berorientasi jangka panjang bisa melego saham itu agar kerugian tidak terlalu dalam.

Pada saat harga di bawah harga jual, investor bisa membeli kembali. Cara ini tidak gampang. Karena bisa jadi ketika pemodal cut loss, saham justru bergerak naik. Ini semua membutuhkan kelihaian dengan dukungan data dan analisis yang piawai.

Tidak seorang pun tahu kapan bottom price terjadi. Karena itu membeli saham pada saat harga turun tidak cukup hanya didukung kecerdasan, melainkan juga modal yang cukup. Investasi di saham memang ajang kaum berduit.

Investor saham adalah orang-orang yang sudah berada di fase kedua menurut wealth management, yakni fase mengakumulasi kekayaan. Pemodal yang masih pada fase pertama, fase memproteksi kekayaan, belum layak berinvestasi di saham yang tingkat risikonya sangat tinggi karena pergerakan harga yang cenderung volatile.

Mereka yang masih berada di fase proteksi kekayaan tidak memiliki cukup dana nganggur. Dana mereka masih sangat dibutuhkan untuk membiayai kesehatan, pendidikan, bahkan kebutuhan sehari-hari. Jika harga saham turun, mereka sangat khawatir dan terjadilah panic selling. Apalagi pada saat harga saham turun, mereka membutuhkan dana cepat untuk membiayai kegiatan rutin. Mereka harus puas menyimpan dana di bank dan di reksa dana berpendapatan tetap.

Pemodal yang berada pada fase akumulasi kekayaan memiliki dana lebih yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Mereka bisa membeli saham untuk jangka panjang, menengah, dan pendek. Mereka bisa melakukan cut loss untuk membeli lagi pada harga yang lebih rendah. Pemodal dengan level kekayaan seperti ini tidak perlu panik saat harga saham ambruk.

Pekan lalu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI anjlok 10,7%, tertinggi di antara bursa regional. Selama September 2008, IHSG terpangkas 16,7%. Pada perdagangan pekan lalu, indeks ditutup pada level 1.804,06, dan sempat anjlok di bawah 1.800. Dibanding harga tertinggi 9 Januari 2008, yakni 2.830,26, indeks merosot 34%.

Penurunan harga minyak mentah dan harga sejumlah komoditas mestinya hanya berpengaruh terhadap pergerakan harga saham emiten dengan bisnis inti migas dan komoditas. Tapi, yang terjadi, saham perusahaan lainnya, termasuk perusahaan manufaktur dan jasa, juga ikut terhempas.

Penurunan indeks disebabkan juga oleh pemodal yang terjebak margin trading selain hengkangnya hot money akibat lonjakan inflasi yang menandakan kondisi makro ekonomi dalam negeri mulai memburuk. Selain itu, perusahaan sekuritas yang didera kesulitan keuangan melikuidasi saham-saham mereka seperti halnya Lehman Brothers.

Meski belum tahu kapan bottom price, pemodal cerdas yang masuk fase akumulasi kekayaan, layak mengoleksi saham-saham berkinerja bagus yang diobral jauh di bawah harga wajar. Kita dukung imbauan buy back saham-saham BUMN oleh Menneg BUMN. Kejatuhan harga saham yang amat dalam adalah momentum untuk shopping. ***